Tangis SBY dan Kepergian Ketua Umum PB-PGRI

Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa sangat kehilangan atas meninggalnya Dr. Sulistyo. SBY bahkan sampai menangis dan tergugu saat melayat Ketua Umum PGRI itu.

“Izinkan kami memanjatkan doa karena hubungan kami begitu dekat dengan almarhum,” ucap SBY di rumah duka, Jl Karangingas Raya No.8, Semarang, Selasa (15/3/2015).

SBY beberapa kali tampak tergugu ketika berbincang dengan keluarga almarhum. SBY sesekali mengusap air mata. Duka juga membayangi raut wajah Ibu Ani yang memakai kerudung hitam itu.
“Kita semua kehilangan salah seorang putra bangsa terbaik, seorang yang sangat mencintai (profesi) guru, berjuang untuk nasib kesejahteraan dan kemampuan guru,” ujar SBY.

SBY menyebut bahwa ia bersama Sulistyo selama dua periode kepemimpinannya telah bekerja bersama-sama. Sosok Sulistyo di mata SBY cukup memberi kesan yang mendalam, terutama dalam perjuangannya untuk guru.

SBY memang mengenal betul sepak terjang Dr. Sulistyo. Jika dulu PGRI sangat berani di bawah pimpinan Prof. Muhamad Surya, di bawah kepemimpinan Dr. Sulistyo, PGRI cukup dekat dengan pemerintahan SBY. Setiap Hari Guru dan Ultah PGRI, SBY selalu hadir di acara puncak peringatan, bahkan tak jarang hadir bersama Wapres JK.

Wajar jika SBY menangis dengan kepergian Sulistyo. Sejak tahun 2008-2014, Sulistyo menjadi ketua PB-PGRI saat SBY memimpin negeri ini. Selama itu PGRI dan guru menjadi bagian penting yang selalu mendapat perhatian. Bahkan SBY memperhatikan para Honorer. Selama memerintah 10 tahun SBY sangat manusiawi ke honorer.Meski batas akhir pengangkatan honorer tertinggal ditetapkan 2009, namun pemerintah era SBYsaat itu tidak langsung tutup buku. Saat pengangkatan honorer tertinggal dibatasi hingga 2009, tapi SBY tidak langsung mengclose. Ia masih memberikan ruang penyelesaian.

Bukti keberpihakan SBY kepada honorer ditunjukkan dengan keluarnya PP Nomor 56 Tahun 2012, yang mengakomodir honorer kategori dua (K2). Meski PP yang berumur dua tahun itu menjadi tanda berakhirnya pengangkatan K2, namun lagi-lagi pemerintahan SBY masih memberikan celah penyelesaian. Yaitu dengan mengeluarkan surat edaran untuk melakukan verifikasi dan validasi data honorer K2 yang tidak lulus tes. SE ini keluar lantaran yang lulus tes ternyata banyak honorer bodong.

Semua itu pun tak lepas dari hubungan yang dekat SBY dengan PGRI. Mau mendengar saran dan masukan, mau bicara dengan nurani dengan PGRI. Karena kedekatan itu, bahkan SBY pun pernah ingin menjadi anggota PGRI dengan menjadi dosen. Karena kedekatannya dengan PGRI pula, SBY pernah menerima penghargaan Maha Dwidja Praja Utama yang diserahkan Ketua Umum PB PGRI Sulistyo.

“Saya selama sekitar 7 tahun bersama-sama almarhum Pak Sulistyo memikirkan pendidikan kita, kesejahteraan guru kita, dan peningkatan kemampuan. Kita semua kehilangan bukan hanya keluarga beliau, bukan hanya jajaran PGRI tapi juga bangsa dan negara,” ucap SBY dengan tergugu.

Bertahun-tahun sebagai Presiden RI, SBY tahu kegelisahan Sulistyo tentang dunia pendidikan, tentang guru PNS, tentang guru honorer dan guru swasta. Ia mendengar dan berusaha memenuhi keinginan Sulistyo semampu pemerintah, sampai akhirnya SBY lengser, masih ada yang belum terlaksana. Kesejahteraan para guru,guru non PNS dan honorer belum tercapai sepenuhnya. Honorer K2 pun belum terangkat seluruhnya.

Ketika muncul harapan, SBY malah (mungkin) bersedih saat dua tahun terakhir ini, PGRI agak ditinggalkan oleh Presiden Jokowi.Dua kali ulang tahun, dua kali Jokowi tak hadir. SBY mungkin mengelus dada, apa yang ia lakukan dulu, tidak diteruskan dengan lebih baik oleh presiden penerusnya. Lalu bagaimana nasib guru dan PGRI ke depannya?

SBY mungkin ingin mensupor Sulistyo, mungkin ingin memberi kesabaran pada PGRI. Jangan marah & jangan bersedih. Beda zaman, beda pemimpin, beda pula perlakuan. Beda rasa, beda cara, beda bahasa.

SBY kehilangan pejuang guru dan PGRI. Ia pasti berharap pemerintah Jokowi mau terus mendengar masukan dan aspirasi guru dan PGRI, meski sang ketua PGRI telah tiada. Ada kekhawatiran mungkin, tapi ia tetap harus optimis, akan ada pejuang-pejuang pendidikan dan guru lainnya pengganti Sulistyo. Mereka para guru, mungkin anda, atau dia bahkan penguasa negeri ini saat ini.

Selamat jalan Dr. Sulistyo, dan semoga sehat selalu Pak SBY. Semoga pendidikan dan guru tetap mendapat tempat khusus di negeri ini.
(agus ponda/Tabloid Pendidikan Ganesha)

No Comments Yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *