Oleh, dari, dan untuk Guru

Untuk pertama kali sejak Hari Guru diperingati dan usia organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia genap 70 tahun, terjadi friksi dalam hal penyelenggaraan peringatan. Perbedaan tanggal 25 November dan 13 Desember 2015, memang hanya faktor penanda waktu, tetapi menarik yang terjadi di sebaliknya. Dinamika kesadaran diri tentang realisasi hak-hak asasi-sesuatu yang menonjol pasca 1998-dinamika tentang hadirnya yang serba “tandingan”, dan bukan serba tunggal.

Contoh serupa. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang awalnya merupakan satu- satunya organisasi wartawan, di kemudian hari muncul beberapa organisasi profesional serupa yang didirikan oleh, dari, dan untuk wartawan. Wartawan kemudian dibedakan dari cetak, elektronik, dan digital, tidak lagi sekadar sub dalam PWI. Karena latar belakang masing-masing dimotivasi kepentingan berbeda, organisasi-organisasi itu pun dalam merepresenstasikan diri berbeda-beda. Masuk akal kalau representasi PWI berbeda dengan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), misalnya. PWI akhirnya berjalan bersama dengan puluhan organisasi serupa lainnya.

Kondisi “bunga bermekaran dalam satu taman” itu yang dihadapi PGRI menyangkut organisasi profesi guru, termasuk dosen. Tanggal kelahiran yang diperingati tiap tahun oleh PGRI pada era Orde Baru disatukan dengan Hari Guru, 25 November. Pada 2015, PGRI yang menjadi awal organisasi- organisasi guru sebelum beberapa yang lainnya memindahkan peringatan kelahirannya tidak lagi 25 November, tetapi 13 Desember. Pemerintah menyelenggarakan acara Hari Guru tanggal 25 November 2015.

Friksi terjadi karena perbedaan dalam menyikapi perkembangan. Guru-guru yang terorganisasi dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak hadir resmi dalam acara peringatan Hari Guru 25 November, sebaliknya dalam kementerian terkait terkesan ada perbedaan cara menyikapi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan tidak hadir pada acara tanggal 13 Desember karena tidak diundang, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengeluarkan surat edaran agar guru tidak hadir dalam acara HUT PGRI tanggal 13 Desember, Presiden Joko Widodo yang semula bersedia hadir-bertahun-tahun presiden RI selalu hadir dalam acara HUT PGRI sekaligus Hari Guru-diwakili Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.

Friksi yang terjadi tidak perlu terjadi asal perkembangan disikapi secara jernih dan wajar-wajar saja-berdasarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 41 Ayat 1) organisasi guru tidak perlu tunggal lagi, tidak ditingkahi sikap sok kuasa.

PGRI yang lebih dari 50 tahun menjadi organisasi guru dan dosen tetap eksis, organisasi serupa lainnya biar juga berkembang. Mereka sama-sama lembaga yang didirikan atas nama oleh, dari, dan untuk guru/dosen, yang eksistensial sesuai dengan undang-undang.

Solidaritas dan soliditas

Maksud peringatan HUT tanggal 13 Desember, menurut Ketua Umum PGRI Sulistyo, sebagai kesempatan membangun solidaritas dan soliditas organisasi, tidak perlu dicampur adukkan dengan Hari Guru tanggal 25 November-hari kelahiran PGRI-tetapi biarkan “bunga- bunga bermekaran dalam taman”, apalagi menurut undang-undang, organisasi profesi guru tidak tunggal lagi.

Cara menyikapi berkembangnya beberapa organisasi guru pun perlu solid di antara pejabat kementerian terkait. Jangan sampai karena mandat legal kekuasaan dipakai justru untuk membuat layu “bunga-bunga yang mekar di taman”.

Friksi yang terjadi dalam organisasi-organisasi guru tidak perlu terjadi asal soliditas dibangun dengan semangat oleh, dari, dan untuk guru. Senyampang itu ketika friksi dibiarkan, ditingkahi tidak adanya soliditas aparat dalam hal menyikapi serta sikap tegar reaktif pimpinan PGRI, justru terbuka lebar pemanfaatan guru untuk kepentingan politik praktis. Kalau mau kuat dalam memperjuangkan kepentingan organisasi, PGRI dan organisasi keguruan perlu duduk bersama.

Begitu juga pejabat kementerian terkait perlu bertemu sehingga tercipta sebuah orkestra yang enak di telinga dari berbagai instrumen. Masih lebih banyak prioritas dan persoalan mendesak dalam praksis pendidikan perlu ditangani daripada urusan internal organisasi guru. Biarkan organisasi berkembang sesuai dengan prinsip oleh, dari, dan untuk guru. (kompas)
0

No Comments Yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *